Asuhan Keperawatan Typhoid Pada Anak - Anak
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Demam tifoid merupakan salah satu
penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Oceania,
termasuk Indonesia penyakit yang masih tergolong endemik di negara – negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan
melalui makanan dan minuman ini, disebabkan oleh kuman S. typi. Insiden demam
tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta pertahun,
600.000 diantaranya menyebabkan kematian. Di Indonesia kasus demam tifoid telah
tercantum dalam Undang – Undang nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit
menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak
orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Di Indonesia insiden
penyakit tersebut tergolong masih tinggi.
Penyakit tersebut diduga erat
hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik, sanitasi lingkungan
yang jelek (misalnya penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan
sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan
makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang tidak
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Di Indonesia, prevalensi 91% kasus
demam tifoid terjadi pada umur 3 – 19 tahun. Hal ini secara tidak langsung akan
mempengaruhi proses tumbuh kembang, produktivitas kerja, prestasi kerja atau
belajar, karena bila penderita terkena penyakit ini setidaknya akan mengurangi
jam kerja antara 4 – 6 minggu, terlebih bila disertai dengan komplikasi
intestinal (perdarahan intestinal, perforasi usus) atau komplikasi ekstra
intestinal (komplikasi hematologic, hepatitis tifosa, pankreatitis tifosa,
miokarditis, tifoid toksik). Tata laksana pada demam tifoid yang masih sering
digunakan adalah istirahat, perawatan, diet, terapi penunjang, serta pemberian
antibiotic.
Penularan dapat terjadi dimana saja, kapan saja, sejak usia
seseorang mulai dapat mengkonsumsi makanan dari luar, apabila makanan atau
minuman yang dikonsumsi kurang bersih. Biasanya baru dipikirkan suatu demam
tifoid bila terdapat demam terus menerus lebih dari 1 minggu yang tidak dapat
turun dengan obat demam dan diperkuat dengan kesan anak baring pasif, nampak
pucat, sakit perut, tidak buang air besar atau diare beberapa hari.
(Latif
Bahtiar, 2008).
2.
Tujuan Penulisan
A. Tujuan
Umum
Makalah ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang penyakit typhoid pada anak sehingga mahasiswa dapat
mengerti.
B. Tujuan
Khusus
a. Untuk
mengetahui pengertian typhoid
b. Untuk
mengetahui penyebab typhoid
c. Untuk
mengetahui patofisiologi typhoid
d. Untuk
mengetahui tanda dan gejala typhoid
e. Untuk
mengetahui pemeriksaan, penatalaksanaan, diagnosa, pencegah dan asuhan
keperawatan penyakit typhoid.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Typhoid adalah suatu penyakit pada
usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typosa, salmonella type A B C. Penularan terjadi secara oral melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
(Smeltzer
& Bare, 2009).
Typhoid adalah penyakit infeksi
sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella thypi.Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella melalui perantara lalat.
(Brunner
and Sudart 2005).
Tifus abdominalis adalah suatu
infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia,
bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya.
(Samsuridjal
D dan Heru S, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas
dapat disimpulkan demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang
disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat menular melalui oral,
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
B.
Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella
typhi.Salmonella para typhi A B dan C ada dua sumber penularan salmonella typhi
yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.Carier adalah orang
yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Bakteri Salmonella typhi merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora.Di alam bebas salmonella typhi dapat bertahan hidup dalam air,
terutama air kotor, tanah, bahkan makanan yang tercemar dan lingkungan kotor
lainnya.Penyakit ini menginfeksi pada usus halus dan terkadang pada aliran
darah.Cara penularan umumnya masuk ke mulut karena makanan, jari tangan / kuku
kotor dengan masa inkubasi rata-rata 7-14 hari setelah terinfeksi. Setelah
berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke
dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam.
(Suriadi,
Yuliani Rita, 2007)
C. Manifestasi
Klinis
Salmonella typhi yang
menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut,
konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus,
perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2007).
Gejala klinis pada anak
umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa.Walaupun
gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar
terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran.
Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang
meningkat.
Pada minggu kedua
gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari
ringan sampai berat.Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan
yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan.
(Ranuh,
Hariyono, dan dkk. 2007)
Tanda
dan gejala tifoid menurut Rampengan (2007) adalah sebagai berikut :
a.
Nyeri kepala, lemah,
lesu.
b.
Demam yang tidak
terlalu tinggi dan berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama peningkatan suhu
tubuh berfluktasi. Biasanya suhu tubuh meningkat pada malam hari dan turun pada
pagi hari. Pada minggu kedua suhu tubuh terus meningkat, dan pada minggu ketiga
suhu tubuh berangsur-angsur turun dan kembali normal.
c.
Gangguan pada saluran
pencernaan, halitosis, bibir keringdan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput
putih kotor (coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu makan,
hepatomegaly, splenomegaly, yang disertai nyeri pada perabaan.
d.
Gangguan kesadaran,
penurunan kesadaran (apatis, somnolent).
e.
Bintik-bintik kemerahan
pada kulit (roseala) akibat emboli basil dalam kapiler kulit.
f.
Epistaksis.
D.
Patofisiologis
Transmisi terjadi melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi urin/ feses dari penderita tifoid akut dan para
pembawa kuman/karier.
Masa inkubasi demam tifoid
berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah
dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam
keadaan asimtomatis (penderita tidak menyadari gejala apapun).
(Soegeng
Soegijanto, 2005).
Empat F (finger, files, fomites dan
fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran yang sering
dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama
terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang handal.
(Samsuridjal
D dan heru S, 2007).
Penularan salmonella thypi dapat
ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal denagn 5 F yaitu Food (makanan),
Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui feses.
Proses Histologi Typhoid menurut
Suriadi dan Yulianni (2006) dijelaskan, pada awalnya kuman Salmonella masuk ke
tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sebagian
kuman akan dimusnahkan di dalam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman
masuk keperedaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-selretikulo endoteleal,
hati, limpa dan organ-organ yang lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas
dan berakhir saat sel-selretikulo melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan
menimbulkan bakterimia untuk kedua lainnya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa
organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu.Pada minggu pertama kali,
terjadi hyperplasia player.Ini terjadi pada kelenjar typhoid usus halus.Minggu
kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaksplayer.Pada
minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.Ulkus
dapat menyebabkan pendarahan, bahkan sampai perforasi usus.Selain itu hepar,
kelenjar mesentrial dan limpa membesar.Gejala demam disebabkan oleh endotoksin,
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus
halus.
E.
|
|
|
Pathways
|
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
Laboratorium
a.
Pemeriksaan Darah
Perifer Lengkap
Dapat
ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b.
Pemeriksaan SGOT dan
SGPT
SGOT
dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c.
Pemeriksaan Uji Widal
Uji
Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella
typhi.Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka
penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
1)
Aglutinin O karena
rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
2)
Aglutinin H: karena
rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
3)
Aglutinin Vi: karena
rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri.
Dari
ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam Tifoid.Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita demam Tifoid.Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody
terhadap kuman Salmonella Typhi.Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat
kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer
widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan).
Penilaian
Uji Widal :
1)
Peningkatan titer uji
widal 4x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
2)
Titer 1/160 : masih
dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer.
Jika
ada, maka dinyatakan (+).
3)
Jika 1x pemeriksaan
langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala
klinis khas.
(Widiastuti
Samekto, 2005).
G.
Penatalaksanaan
1.
Keperawatan
a.
Tugas Perawat.
1)
Observasi dan
pengobatan.
2)
Pasien harus tirah
baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi usus.
3)
Mobilisasi bertahap
bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
4)
Pada pasien dengan
kesadaran menurun diperlukan perubahan posisi berbaring untuk menghindari
komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus.
5)
Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan diare.
b.
Diet.
1)
Diet yang sesuai, cukup
kalori dan tinggi protein.
2)
Pada penderita yang
akut dapat diberi bubur saring.
3)
Setelah bebas demam
diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4)
Dilanjutkan dengan nasi
biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
2.
Medis
a.
Kloramfenikol. Dosis
yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau
intravena, sampai 7 hari bebas panas.
b.
Tiamfenikol. Dosis yang
diberikan 4 x 500 mg per hari.
c.
Kortimoksazol. Dosis 2
x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg
trimetoprim).
d.
Ampisilin dan
amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu.
e.
Sefalosporin Generasi Ketiga.
Dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus sekali
sehari, selama 3-5 hari.
f.
Golongan Fluorokuinolon
1)
Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
2)
Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
3)
Ofloksasin :
dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
4)
Pefloksasin :
dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
5)
Fleroksasin :
dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
g.
Kombinasi obat
antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan
dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.
(Widiastuti
S, 2005).
H.
Komplikasi
Komplikasi
demam tifoid dibagi dalam :
1. Komplikasi
Intestial
a.
Perdarahan usus.
b.
Perforasi usus.
c.
Ileus paralitik.
2. Komplikasi
ekstra-intestinal
a.
Komplikasi
kardiovaskuler. Kegagalan sirkulasi perifer miokarditis, thrombosis, dan
tromboflebitis.
b.
Komplikasi darah.
Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.
3. Komplikasi
paru. Pneumonia, emfiema, dan pleuritis.
4. Komplikasi
hepar dan kandung empedu, hepatitis dan kolesititis.
5. Komplikasi
ginjal. Glomerulonephritis, periostitis, dan spondilitis.
(Widodo,
D. 2007).
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3%
dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi
terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu
tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering
ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat
superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella.Pielonefritis, endokarditis,
meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes
normal.Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita
hemoglobinopati.
(Behrman
Richard, 2009).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
TYPHOID
A.
PENGKAJIAN
1.
Keluhan Utama
Pada
penyakit typhus abdominalis dalam minggu pertama penyakit, keluhan serupa
dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk dan epitaksis.
(Juwono, 2006).
Pada
minggu kedua akan timbul pernanahan pada usus halus tersebut, dimana penderita
kelihatan menderita sakit berat, muka kelihatan pucat, lidah kering serta
diliputi oleh lapisan lendir kental, nafsu makan berkurang kadang-kadang ada
juga penderita yang mencret (diare) disertai rasa sakit perut. Dalam minggu
ketiga gejala akan kelihatan lebih jelas lagi yaitu perut terasa sakit sekali,
tidak buang air besar, denyut nadi cepat dan lemah, kesadaran menurun dan
kadang-kadang sampai tidak sadar.
2.
Riwayat Kesehatan
Perawat
mulai dengan mengambil riwayat lengkap, difokuskan mencakup pada gejala-gejala
umum disfungsi gastroinstetinal.Gejala-gejala dimana pengkajian difokuskan
mencakup nyeri, kembung, gas usus, mual dan muntah dan perubahan pada kebiasaan
defekasi serta karakteristik.
(Smeltzer, 2009).
3.
Riwayat Keluarga
Riwayat
keluarga ditanyakan untuk mengindetifikasi penyakit-penyakit yang diturunkan,
menular, atau berhubungan dengan lingkungan hidup.Dan perlu ditanyakan juga
riwayat keluarga tentang penyakit usus inflamasi.
(Smeltzer, 2009).
4.
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian
fisik atau pemeriksaan fisik merupakan bagian integral dari pengkajian
keperawatan, dengan cara melakukan pemeriksaan yang terorganisir dan
sistematik. Pemeriksaan fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan
dari kepala sampai jari kaki, sebagai berikut
: kulit, kepala dan leher, toraks
dan paru-paru, payudara, sistem kardiovaskuler, abdomen, rectum, genetalia, sistem
syaraf dan sistem muskuluskletal.
(Smeltzer, 2009)
Pada
typhus abdominalis ditemukan pada pemeriksaan fisik, yaitu :
a.
Kulit
Terdapat roseola yang lebih sering
terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.Merupakan suatu nodul
kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4 mm, berwarna merah pucat serta
hilang pada penekanan.Roseola ini merupakan emboli kuman dimana didalamnya
mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkan didaerah perut, dada,
kadang-kadang dipantat maupun bagian flexor dari lengan atas.
(Rampengan
& Laurentz, 2008).
b.
Kepala dan leher
Pasien mengeluhkan sakit kepala yang
amat sangat pada minggu pertama.Pada minggu kedua gejala yang timbul menjadi
lebih jelas.Demam yang tinggi berlangsung terus-menerus, nafas berbau tak
sedap, rambut kering, bibir kering pecah-pecah/terkelupas, lidah ditutupi selaput
putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan dan tremor.
c.
Thoraks dan Paru-paru
Batuk dan peradangan pada cabang
tenggorokan.Kadang-kadang dijumpai terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
(Pusponegoro,
2005).
d.
Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda fisik adalah bradikardia
relatif, yang tidak seimbang dengan tingginya demam.Apabila terjadi komplikasi
terjadi penurunan tekanan darah serta kenaikan frekuensi nadi.
(Behrman,
et.al., 2009)
e.
Abdomen
Hati dan limpa membesar, timbul rasa
nyeri bila diraba, serta perut kembung.
f.
Sistem Syaraf
Umumnya kesadaran pasien menurun
walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen.Jarang terjadi sopor,
koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).
(Ngastiyah,
2007).
g.
Sistem Muskuluskletal
Gejala yang timbul yaitu otot terasa
nyeri.Ganggua pada alat-alat lain didalam tubuh adalah radang tulang dan radang
persendian.
Fokus
pengkajian fisik pasien dengan inflamasi usus menurut Doengoes (2005) :
a.
Aktivitas/Istirahat
Gejala
:Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, insomnia, tidak tidur semalam
karena diare, merasa bersalah dan ansietas, pembatasan aktivitas atau kerja
sehubungan dengan efek proses penyakit.
b.
Sirkulasi
Tanda
:Takikardia (respons terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri),
kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K).
TD
: Hipotensi termasuk postural,
Kulit
atau membran mukosa : turgor buruk,
kering, lidah pecah-pecah(dehidrasi atau malnutrisi).
c.
Integritas Ego
Gejala
:Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misal :
perasaan tak berdaya atau tidak ada harapan. Faktor stress akut atau
kronis, misal : hubungan dengan keluarga
atau pekerjaan, serta faktor budaya.
Tanda :
Menurunya bising usus, tak ada peristaltik atau adanya peristaltic yang dapat dilihat.
d.
Eliminasi
Gejala
:Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau atau berair. Episode
diare berdarah tak dapat diperkirakan, hilang timbul, tak dapat dikontrol
(sebanyak 20-30 kali defekasi/hari).
Perasaan
dorongan atau kram (tenesmus).Defekasi berdarah atau pus atau mukosa dengan
atau keluar feses, perdarahan per rectal, riwayat batu ginjal (dehidrasi).
Tanda
:Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat dilihat.
e.
Makanan/Cairan
Gejala
:Anoreksia atau mual, penurunan berat badan tidak toleransi terhadap diit atau
sensitif, misal : buah segar atau sayur,
produk susu, makanan berlemak.
Tanda
:Penurunan lemak sub kutan atau massa otot.Kelemahan, tonus otot dan turgor
kulit buruk.Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.
f.
Hygiene
Tanda
:Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukkan
kekurangan vitamin, bau badan.
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala
:Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran kiri bawah (mungkin hilang dengan
defekasi).
Titik
nyeri berpindah, nyeri tekan (arthritis), nyeri massa.
Tanda :
Nyeri tekan abdomen atau distensi.
h.
Keamanan
Gejala
:Peningkatan suhu 39 ºC- 40 ºC, alergi
makanan atau produk susu (mengeluarkan
histamin kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi).
Tanda :
Lesi pada kulit mungkin ada; misal :
eritema nodusum.
i.
Seksualitas
Gejala :
Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
j.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
Riwayat keluarga berpenyakit inflamasi usus
Rencana
Pemulangan : Bantuan dengan program
diit, program obat, dukungan psikologis.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam,
berkeringat banyak).
2. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thypi.
3. Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi pada hati dan limpa.
4. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen kelemahan umum.
(Doengoes, 2005)
C.
INTERVENSI
1. Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan (demam,
berkeringat banyak).
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan cairan
kembali normal.
Kriteria
Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan
dibuktikan dengan parameter individual yang tepat, mis : membran mukosa lembab,
turgor kulit baik, dan tanda vital satbil.
Intervensi
:
a.
Kaji perubahan tanda
vital.
R
: untuk mengetahui TD ortostik yang berubah dan meningkatkan takikardi
menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
b.
Kaji turgor kulit,
kelembapan membrane mukosa (bibir, lidah)
R
: untuk mengetahui indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
c.
Catat laporan mual/
muntah.
R
: untuk mengetahui adanya gejala menurunnya masukan oral.
d.
Pantau masukan dan
pengeluaran cairan.
R
: untuk memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
penggantian
e.
Tekankan cairan
sedikitnya 2500 ml/ hari atau sesuai kondisi individual.
R
: untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko
dehidrasi
f.
Meyakinkan terpenuhinya
kebutuhan cairan.
R
: untuk mengetahui kebutuhan cairan
g.
Lakukan perawatan mulut
tiap 4 jam
R
: meningkatkan bersihan saluran cerna, meningkatkan nafsu makan/ minum.
2. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thypi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan suhu tubuh
normal.
Kriteria
Hasil : suhu tubuh kembali normal.
Intervensi
:
a.
Monitoring perubahan
suhu tubuh.
R
: suhu tubuh harus dipantau secara efektif untuk mengetahui perkembangan dan
kemajuan dari pasien.
b.
Mempertahankan
keseimbangan cairan dalam tubuh.
R
: caiaran dalam tubuh sangat penting untuk menjaga keseimbangan tubuh.
c.
Anjurkan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal sehingga metabolisme dalam tubuh dapat
berjalan lancar.
R
: jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan sistem
imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk kekebalan tubuh.
d.
Anjurkan pasien banyak
minum air (1500-2000 cc/hari)
R
: dengan minum banyak air diharapkan cairan yang hialng dapat diganti.
e.
Beri kompres air hangat
(air biasa) pada daerah axila/ lipatan paha.
R
: dengan kompres akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan kompres
hangat akan memperlancar aliran darah dalam pembuluh darah.
f.
Anjurkan untuk memakai
pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun.
R
: untuk menjaga kebersihan.
g.
Kolaborasi dalam
pemberian obat antibotik dan antipiretik.
R
: pemberian obat antibiotik untuk mencegah infeksi, pemberian antipiretik untuk
penurun panas.
3. Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi pada hati dan limpa.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan klien
mengalami pengurangan nyeri.
Kriteria
Hasil : klien tampak rileks, nyeri berkurang
atau hilang.
Intervensi
:
a.
Observasi tanda-tanda
vital
R
: untuk mengetahui perubahan TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri.
b.
Kaji status nyeri
(lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri)
R
: memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang
diberikan.
c.
Berikan posisi yang
nyaman, semi fowler.
R
: menurunkan stimulus terhadap renjatan nyeri.
d.
Ajarkan teknik
relaksasi, seperti napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R
: meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien.
e.
Beri kompres hangat
pada daerah nyeri
R
: untuk mengurangi rasa nyeri
f.
Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
R
: memberikan kenyamanan dan mengurangi nyeri.
g.
Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian analgesik.
R
: untuk menghilangkan/ mengurangi rasa nyeri.
4. Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nutrisi
dalam tubuh terpenuhi.
Kriteria
Hasil : adanya peningkatan BB sesuai tujuan.
Intervensi
:
a.
Kaji pola nutrisi klien
R
: mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
b.
Berikan makanan yang
terpilih (sudah dikonsulkan pada ahli gizi)
R
: meningkatkan daya tahan tubuh
c.
Anjurkan untuk makan
sedikit tapi sering.
R
: mencegah terjadinya mual, muntah.
d.
Anjurkan pasien makan
makanan dalam keadaan hangat.
R
: meningkatkan nafsu makan dan mencegah terjadinya mual, muntah.
e.
Timbang berat badan
tiap hari.
R
: mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
f.
Berikan penkes tentang
pentingnya kebutuhan nutrisi pada pasien dan keluarga.
R
: memberikan pengetahuan pada pasien dan keluarga tentang pentingnya kebutuhan
nutrisi.
g.
Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian terapi.
R
: mempercepat proses penyembuhan.
h.
Kolaborasi dengan tim
ahli gizi.
R
: untuk menentukan diet yang tepat.
5. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen kelemahan umum.
Tujuan
:setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan aktivitas
kembali normal.
Kriteria
Hasil : melaporkan/ menunjukkan peningkatan
toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya dyspnea,
kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.
Intervensi
:
a.
Evaluasi respon pasien
terhadap aktivitas.
R
: untuk menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pemilihan
intervensi.
b.
Berikan lingkungan
tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
R
: menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
c.
Jelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
R
: untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk mendorong fase
penyembuhan.
d.
Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk istirahat atau tidur.
R
: pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur kursi, atau menunduk
kedepan meja atau bantal.
e.
Bantu aktivitas
perawatan diri yang diperlukan.
R
: untuk meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
f. Beri
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R
: untuk membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
g.
Berikan obat sesuai
indikasi.
R
: untuk mempercepat proses penyembuhan.
(Doengoes,
2005)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demam Typhoid adalah penyakit
menular yang bersifat akut yang biasanya mengenai pada saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari tujuh hari dan disertai oleh gangguan kesadaran.
Penyebab demam typhoid adalah
salmonella thypi yang berhasil diisolasi pertama kali.
Cara penularannya yaitu dengan cara
kuman salmonella thyposa masuk kesaluran cerna bersama makanan / minuman menuju
ke usus halus mengadakan infasi kejaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan
jaringan limpfoid mesentrika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrosis
setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke pembuluh darah menuju organ
retikulo endotelia terutama hati dan limpa ditempat ini kuman difagosit.
Tanda
dan gejalanya yaitu :
a.
Minggu I : infeksi akut
(demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, mual, diare)
b.
Minggu II : gejala
lebih jelas (demam, brakikardia relative, lidah kotor, nafsu makan menurun,
hepatomegaly, gangguan kesadaran)
Pemeriksaan
penunjang dengan pemeriksaan darah lengkap atau tes widal.
B.
Saran
Dengan
dibuatnya makalah ini para pembaca baik perawat maupun tenaga kesehatan lainnya
dapat memberikan penatalaksanaan pada pasien typhoid fiver dengan baik dan
benar sehingga makalah kami bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman
Richard. 2009. Ilmu Kesehatan Anak.
Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter Anugrah. EGC :
Jakarta.
Brunner and Suddart. 2005. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Medikal Bedah.EGC
: Jakarta.
Doengoes, Marlyn E, dkk. 2005. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Ngastiyah.
2007. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2.
Salemba Medika . Jakarta.
Rampengan
dan Laurentz, 2008.Penyakit Infeksi
Tropik Pada Anak. EGC :Jakarta.
Ranuh,
Hariyono dan Soeyitno, dkk. 2007.Buku
Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta.
Samsuridjal
Djauzi dan Heru Sundaru.2007. Imunisasi
Dewasa. FKUI. Jakarta.
Soegeng
Soegijanto. 2005. Ilmu Penyakit Anak,
Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta.
Smeltzer
& Bare. 2009. Keperawatan Medikal
Bedah II. EGC : Jakarta.
Widiastuti
Samekto.2005.Belajar Bertolak dari
Masalah Demam Typhoid.Universitas Diponegoro. Semarang.
Widodo,
D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam.FKUI
: Jakarta.
Komentar
Posting Komentar