Asuhan Keperawatan Combostio

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang, seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada sejumlah klien dengan luka bakar serius (Kusumaningrum, 2008).
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain. Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang menyertai (Moenadjat, 2003).
Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai. Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu (Moenajar, 2002).

B.     Rumusan Masalah
Mengetahui diet yang sesuai untuk pasien penderita combostio dan bagaiamana asuhan keperawatan bagi pasien penderita combostio.

C.     Tujuan
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menyusun dan menjelaskan asuhan keperawatan kritis klien pada luka bakar dengan pendekatan proses keperawatan.
            Tujuan Khusus
1.      Mengetahui definisi luka bakar.
2.      Mengetahui klasifikasi combostio
3.      Mengetahui etiologi luka bakar.
4.      Mengetahui anatomi fisiologi combostio.
5.      Mengetahui patofisologi luka bakar
6.      Mengetahui penatalaksanaan luka bakar
7.      Mengetahui rencana asuhan keperawatan kritis pada klien dengan luka bakar.
D.    Manfaat
Dengan mempelajari makalah ini semoga masyarakat bisa mengetahui diet yang berhubungan dengan pasien Combostio sehingga bisa menentukan jenis makanan yang boleh dimakan ataupun yang tidak.







BAB II
KONSEP TEORI LUKA BAKAR

A.    DEFINISI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif (Wong, 2003). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007). Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis yang intensif (PRECISE, 2011)

B.     KLASIFIKASI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

1.      Berdasarkan penyebab:
a.       Luka bakar karena api
b.      Luka bakar karena air panas
c.       bakar karena bahan kimia
d.      Luka bakar karena listrik
e.       Luka bakar karena radiasi
f.       Luka bakar karena suhu  rendah (frost bite)
2.      Berdasarkan  kedalaman  luka bakar:
a.        Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
b.      Luka bakar derajat II
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka bakar derajat II ada dua:
1)      Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2)      Derajat II dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
c.       Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
3.      Berdasarkan  tingkat  keseriusan luka
a.       Luka bakar ringan/ minor
·         Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa
·         Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
·         Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
b.      Luka bakar sedang (moderate burn)
·         Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
·         Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
·         Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.
c.       Luka bakar berat (major burn)
·         Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50 tahun
·         Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
·         Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
·         Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
·         Luka bakar listrik tegangan tinggi
·         trauma lainnya
·         Pasien-pasien dengan resiko tinggi.

C.            ETIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a)      Paparan api
·         Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
·         Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
b)      Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
c)      Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
d)     Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e)      Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
f)       Zat kimia (asam atau basa)
g)      Radiasi
h)      Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

D.    MANIFESTASI KLINIS COMBUSTIO/ LUKA BAKAR

Kedalaman Dan Penyebab Luka Bakar
Bagian Kulit Yang Terkena
Gejala
Penampilan Luka
Perjalanan Kesembuhan
Derajat Satu (Superfisial): tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah
Epidermis
Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa nyeri mereda jika didinginkan
Memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau tanpa edema
Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi pengelupasan kulit
Derajat Dua (Partial-Thickness): tersiram air mendidih, terbakar oleh nyala api
Epidermis dan bagian dermis
Nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang dingin
Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah, epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu, pembentukan parut dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat-tiga
Derajat Tiga (Full-Thickness): terbakar nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus listrik
Epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang jaringan subkutan
Tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah), kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)
Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat edema
Pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan, pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari tangan atau ekstrenitas dapat terjadi

E.       PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.
            Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar.
Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.




F.      PATHWAYS COMBOSTIO

Arus Listrik     Radiasi    Api   Bahan Kimia                                            Asap
 


                                                                                                                   Inhalasi Asap

        Kontak dengan permukaan kulit                          Edema Larinx dan Trakheal
 


                                                                                                                  Spasme dan Akumuasi                           lendir                                                                                                                 
Text Box: Kerusakan Pertukaran gas                                                                                                                 

                         Di latasi sel
                 Permeabilitas kapiler Turun        Pemanjangan Ujung Syaraf
Text Box: Nyeri
 


          Sodium, klorida, Na+, protein hilang

                       Dehidrasi Jaringan

Text Box: Resti Perubahan Perfusi JaringanText Box: Resti Kekurangan volume Cairan                 







G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG COMBOSTIO

1.      Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2.      Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3.      GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4.      Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5.      Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6.      Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7.      Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8.      Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9.      BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10.  Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11.  EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12.  Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

H.    PENATALAKSANAAN COMBOSTIO
Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar
Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a.       Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b.      Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
c.       Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
d.      Perawatan jalan nafas
e.       Penghisapan sekret (secara berkala)
f.       Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

g.      Bilasan bronkoalveolar
h.      Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
i.        Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
1. Cara Evans
                  1)      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
                  2)      Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
                  3)      2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

2. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.




I.       KOMPLIKASI COMBOSTIO
1.      Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2.      Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3.      Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.


4.      Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

5.      Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6.      Gagal ginjal akut
Saluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN COMBOSTIO

A.    PENGKAJIAN KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
  1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi  anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
  1. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
  1.  Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian.  Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari  /  bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
  1. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol
  1. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
  1. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .
  1. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
            8.      Aktifitas/istirahat:
            Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
            9.      Sirkulasi:
            Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
  1.  Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.

  1. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
  1. Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
  1. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
  1. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
  1. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
  1. Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

  1. Pemeriksaan fisik
a.       keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan  gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b.      TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c.       Pemeriksaan kepala dan leher
  Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar

  Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
  Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
  Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang
  Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen
  Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d.      Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
                  e.       Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.

                  f.       Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.


                  g.      Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
                  h.      Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
                  i.        Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH
1 TH
2 TH
DEWASA
Kepala leher
18%
14%
9%
Ekstrimitas  atas (kanan dan kiri)
18%
18%
18 %
Badan depan
18%
18%
18%
Badan belakang
18%
18%
18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri)
27%
31%
30%
Genetalia
1%
1%
1%

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN COMBOSTIO
1.      Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit  atau jaringan .
Kriteria hasil :
a.       Menyatakan nyeri berkurang  atau terkontrol
b.      Menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
c.       Berpartisipasi dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
2.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit.
Kriteria Hasil :
a.       Menunjukkan regenerasi jaringan
b.      Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
3.      Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui rute abnormal luka.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan oleh haluaran urine individu, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa  lembab.
4.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
5.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan 
Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi dalam aktivitas, mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya kontraktor, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan atau menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas.
6.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan status hipermetabolik
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil atau massa otot terukur, keseimbangan nitrogen positif dan regenerasi jaringan.
7.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .
Kriteria Hasil :
a.       Menyatakan kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
b.      Mengatakan ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
c.       Menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
8.      Gangguan citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.
Kriteria Hasil :
a.       Menyatakan penerimaan situasi diri
b.      Bicara dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi.
c.       Membuat tujuan realitas atau rencana untuk masa depan
d.      Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
C.     INTERVENSI KEPERAWATAN COMBOSTIO
a)          Meningkatkan pertukaran gas dan bersihan jalan nafas.
1.      Pemeriksaan untuk mengkaji pertukaran gas yang adekuat dan bersihan jalan nafas merupakan aktivitas keperawatan yang esensial. Frekuensi, kualitas dan dalamnya respirasi harus dicatat. Tindakan perawatan pulmoner yang agresif, termasuk tindakan membalikan tubuh pasien, mendorong pasien untuk batuk serta bernafas dalam, memulai inspirasi kuat yang periodic dengan spirometri, dan mengeluarkan timbunan secret melalui pengisapan trachea jika diperlukan, semuanya ini merupakan tindakan yang penting terutama pada pasien luka bakar dengan cedera inhalasi.
2.      Pengaturan posisi tubuh pasien untuk mengurangi kerja pernafasan serta meningkatkan ekspansi dada yang maksimal, dan pemberian oksigen yang dilembabkan atau pelaksanaan ventilasi mekanis, dapat menurunkan lebih lanjut stress metabolic dan memastikan oksigenasi jaringan yang adekuat.


b)      Mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan.
1.       Nyeri terasa lebih hebat pada luka bakar derajat dua ketimbang pada luka bakar derajat tiga, karena ujung-ujung sarafnya tidak rusak. Ujung-ujung saraf yang terpajan sangat sensitive terhadap aliran udara yang dingin sehingga diperlukan kassa penutup steril yang bisa membantu mengurangi rasa nyeri tersebut. Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan nyeri, preparat analgetik harus sudah diberikan sebelum nyeri terasa sangat hebat.
2.       Intervensi keperawatan seperti mengajarkan teknik-teknik relaksasi kepada pasien, memberikan kemampuan kepada pasien untuk mengontrol sendiri proses perawatan lukanya serta pemakaian analgetiknya, dan terus menerus menentramkan kekhawatiran pasien, merupakan tindakan yang sangat membantu.
3.       Pendekatan lainnya untuk mengurangi nyeri adalah pengalihan perhatian melalui program video atau video games, hypnosis, biofeedback, dan modifikasi perilaku juga berguna bagi penanganan nyeri.
c)      Mempertahankan nutrisi yang adekuat.

1.      Perawat harus kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet tinggi kalori tinggi protein yang dapat diterima oleh pasien. Suplemen nutrisi seperti ensure atau resource dapat ditawarkan pula. Asupan kalori pasien harus dicatat Suplemen vitamin dan mineral boleh diberikan.
2.      Lingkungan pasien sedapat mungkin harus dibuat menyenangkan pada jamjam makan. Memesan makanan yang disukai pasien dan menawarkan kudapan yang kaya akan protein serta vitamin merupakan cara-cara untuk mendorong pasien agar mau meningkatkan secara bertahap asupan makanannya.
d)     Meningkatkan Mobilitas Fisik.
1)       Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernafas dalam, membalikan tubuh, dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan yang esensial untuk mencegah atelektasis serta pneumonia, untuk mengendalikan edema, dan untuk mencegah decubitus serta kontraktur.
2)       Latihan gerak yang aktif maupun pasif dapat dimulai sejak awal masuk rumah sakit dan kemudian dilanjutkan dengan pembatasan yang ditentukan oleh dokter setelah dilakukan pencangkokan kulit. Bidai atau alat-alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstremitas untuk mengendalikan kontraktur.



e)      Memperbaiki Integritas Kulit dengan Perawatan Luka
1.     waktu dalam perawatan luka bakar.Fungsi keperawatan mencakup pengkajian serta pencatatan setiap perubahan atau kemajuan dalam proses kesembuhan luka dan menjaga agar semua anggota tim perawatan terus mendapatkan informasi tentang berbagai perubahan pada luka atau penanganan pasien.
f)       Mencegah Infeksi
1.       Perawat bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman serta bersih dan meneliti luka bakar dengan cermat guna mendeteksi tanda-tanda dini infeksi, hasil pemeriksaan kultur dan pemeriksaan leukosit harus dipantau.
2.       Teknik aseptic harus diterapkan dalam prosedur perawatan luka bakar serta prosedur invasive lainnya. Seperti pemasangan infuse dan kateter urin. Membasuh tangan dengan teliti sebelum dan sesudah menyentuh setiap pasien juga merupakan komponen yang esensial dalam pencegahan infeksi.
3.       Perawat harus melindungi pasien terhadap sumber-sumber kontaminasi yang mencakup pasien lain, anggota staf keperawatan, pengunjung dan peralatan. Para pengunjung harus menjalani skrining agar pasien luka bakar yang fungsi kekebalannya terganggu tidak terkena mikroorganisme yang pathogen. Memandikan bagian-bagian tubuh yang tidak terbakar dan mengganti linen yang dilakukan secara teratur dapat membantu mencegah infeksi.
g)      Memulihkan keseimbangan Cairan dan Elektrolit
1)      Perawat harus memeriksa Tanda-tanda Vital dan keluaran urin dengan sering disamping menilai tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis, serta curah jantung pada pasien luka bakar yang berat. Volume cairan yang diinfuskan harus sebanding dengan volume haluaran urin. Kadar elektrolit serum juga harus dipantau.
h)      Memperkuat Strategi koping.
1.      Dalam fase akut perawatan luka bakar, pasien sedanga berhadapan dengan realitas trauma luka bakar dan berduka karena mengalami kehilangan yang nyata. Depresi, regresi dan perilaku manipulatip merupakan mekanisme koping yang lazim digunakan oleh pasien-pasien luka bakar. Perawat dapat membantu pasien untuk mengembangkan strategi koping yang efektif dengan menetapkan harapan yang spesifik terhadap perilaku, meningkatkan komunikasi yang jujur untuk membangun hubungan saling percaya, membantu pasien dalam mempraktikan berbagai strategi yang tepat, dan memberikan dorongan yang positif bila diperlukan.




D.    IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik, dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan. (Engram B, 1999).
Pelaksanaan adalah implementasi atau penerapan tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan. Pada tahap ini ada beberapa yang perlu dikerjakan, antara lain :
1. Melaksanakan/menerapkan tindakan-tindakan keperawatan yang ada dalam rencana.
2. Mengisi format asuhan keperawatan.  
Adapun prioritas keperawatan dalam tahap pelaksanaan tindakan keperawatan untuk klien luka bakar (Keperawatan Klinis, 2003) adalah :
            1)      Mempertahankan potensi jalan napas/fungsi pernapasan.
            2)      Memperbaiki stabilitas hemodinamik/volume sirkulasi
                  3)      Menghilangkan nyeri.
            4)      Mencegah komplikasi.
            5)      Memberikan dukungan emosi pada pasien/orang terdekat.
            6)      Memberikan informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan.

E.     EVALUASI KEPERAWATAN

Merupakan hasil perbandingan yang sistematis dan direncanakan antara status kesehatan klien dengan hasil yang diharapkan. Evaluasi hasil yang di harapkan pada klien dengan luka bakar berdasarkan diagnosa keperawatan (Brunner & Suddarth,
2002).
a.      Memelihara pertukaran gas dan bersihan jalan napas
·         Memeperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi.
·         memperlihatkan dispnea atau cyanosis dan dapat bernafas dengan baik ketika berdiri, duduk serta berbaring.
·         Memperlihatkan frekuensi respirasi antara 12 – 20 x/menit.
·         Memiliki sekret respirasi yang minimal, tidak berwarna dan encer
·         Memiliki irama jantung yang stabil.

b.      Mendapatkan kembali keseimbangan cairan yang optimal
·         mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan yang mempu           nyai korelasi dengan pola yang diharapkan.
·         Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji (wedge presure) yang tetap berada dalam batas-batas yang direncanakan.
·         Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110 /menit dengan irama sinus yang normal.
            c.       Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik
·         Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri yang minimal
·         Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang normal.

d.         Mengalami nyeri yang minimal.
·         Memerlukan preparat analgetik hanya untuk aktifitas fisioterapi atau perawatan luka yang spesifik.
·         Melaporkan nyeri yang minimal.
·         Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik atau non verbal yang menunjukan terdapatnya nyeri.
·         tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti teknik relaksasi.
·         Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri.
                      e.    Mempertahankan nadi perifer teraba dengan kualitas / kekuatan sama.
·         Meningkatkan sirkulasi sistemik / aliran balik vena.
·         Meningkatkan sirkulasi lokal dan sistemik.
·         Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
                    f.        Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik.
·         Tidak memperlihatkan tanda-tanda difisiensi protein, vitamin dan mineral.
·         Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan oral.
·         Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung nutrien yang dipreskripsikan.
·         Memperlihatkan kadar protein serum yang normal.
                 g.      Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal.
·         Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari.
·         Memperlihatkan kisaran gerak pra luka bakar pada semua sendi.
·          Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi disekitar sendi.
·         Turut berpartisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari.
                h.      Memperlihatkan perbaikan intergritas kulit.
·         Mempertahankan kulit yang secara umum tampak utuh dan bebas dari infeksi, dekubitus serta cidera.
·         Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah muda, mengalami reepitelisasi dan bebas dari infeksi.
·         Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus.
·         Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis.
               i. Mengaitkan dengan tepat dalam proses klien / keluarga.
·         Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi keluarga.
·         Keluarga memberikan dukungan emosional kepada klien selama perawatan dirumah sakit.
·         Keluarga mengatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi.

j.  Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka bakar.
·         Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar, prosedur terapeutik, kehilangan.
·         Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif dalam menghadapi situasi stres yang pernah dialami sebelumnya
·         Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa depan.
·         Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi akibat luka bakar.
k. Klien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman mereka terhadap proses penanganan luka bakar.
·         Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan.
·         Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan.






F.      DIET BAGI PASIEN COMBOSTIO
Penetapan Diet
1.      Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran darah ke saluran cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan diserap seperti larutan hidrat arang (maltodextrin).
2.      Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :
§  Ikan sebagai sumber protein hewani,
§  Tahu atau tempe sebagai sumber protein nabati.
§  Sayur dan buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam, lobak, pepaya,dll
3.      Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan untuk memberikan glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam produk kacang-kacangan, khususnya kacang merah. Minyak ikan yang kaya akan vitamin A dan asam lemak omega 3 dapat pula diberikan sementara minyak zaitun yang merupakan sumber asam lemak omega 9 dapat pula dimakan mentah sebagai campuran susu atau formula enteralnya.
4.      Gunakan susu skim untuk menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll. Jangan gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena santan terutama yang kental kaya akan asam lemak jenuh.
5.      Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air mineral setiap 2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun untuk buang air kecil pada malam hari.
6.      Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau pembedahan, kepada pasien dapat dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.
G.    TUJUAN DIET TKTP PADA COMBOSTIO
Diet TKTP yaitu diet yang mengandung energy dan protein diatas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa/lunak (tim/bubur) di tambah bahan makanan sumber protein seperti, susu, telor, daging, tempe, tahu, dan kacang-kacangan.

Tujuan diet :
1.      Memenuhi kebutuhan energy dan protein yang membantu untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
2.      Menambah BB hingga mencapai Berat Badan normal.
Syarat diet :
1.      Energy tinggi yaitu, 35-40 kkal/kgBB
2.      Protein tinggi, yaitu 1,2 gr/kgBB
3.       Lemak cukup, yaitu 20-30 %dari kebutuhan energi ketat
4.      Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal
5.      Makanan diberikan dalam bentuk mudah cara
Diet TKTP diberikan :
1.      Kurang energy protein (KEP)
2.      Sebelum dan sesudah operasi tertentu multi trauma, serta selama radioterapi dan kemoterapi.
H.    CARA MENGHITUNG KEBUTUHAN KALORI PADA PASIEN LUKA BAKAR

1.         Penilaian Stress Metabolik
a.       Luas luka bakar
b.      Gula darah sewaktu
c.       Nitrogen urea urine
2.      Pemenuhan Kebutuhan Energy Total
KET (kkal) = KEB + FAKTOR STRES + AKTFITAS
Keterangan :
KET          : Kebutuhan Energy Total

·         Besar faktor perkalian untuk faktor stress sesuai dengan luas luka bakar :

Luas Luka Bakar (%)
Faktor Stres
20 – 29
1.50 – 1.69
30 – 39
1.70 – 1.84
40 – 49
1.85 – 1.94
≥ 50
2.0
·         Kebutuhan Energy Untuk Aktivitas
0 % = dari kebutuhan bila tirah baring
5 % = dari kebutuhan bila dapat duduk
10 % bila bisa berdiri di sekitar tempat tidur
3.      Penentuan kebutuhan basal
·         Persamaan Harrist- Benedict
Laki-laki:
KEB (kkal) = 665 + 13.7 BB + 5.0 TB – 6.8 U
Perempun :
KEB (kkal) = 665 + 9.6 BB + 1.8 TB – 4.7 U

Keterangan :
·         KEB          : Kebutuhan Energy Basal
·         BB             : Berat Badan (Kg)
·         TB             : Tinggi Badan (Cm)
·         U               : Usia (Tahun)

I.       BAHAN MAKANAN YANG DIANJURKAN DAN TIDAK DIANJURKAN
a.       Makanan yang Boleh dikonsumsi Pasien Combostio
1.      Mentimun dan Kentang.
Bahan alami tersebut dapat menyerap panas dalam kulit anda, selain itu juga dapat menghilangkan iritasi pada kulit anda.
2.      Susu atau Yoghurt
Susu untuk membantu meredakan kulit, namun jika anda menggunakan untuk mengobati luka bakar sebaiknya menggunakan susu skim atau susu tanpa lemak.
3.      Air dingin
Salah satu penangan pertama pada saat luka bakar yakni mengobati luka bakar dengan air.
4.      Lidah Buaya
Lidah buaya ini dapat meredam rasa panas pada pasien combostio / luka bakar.
5.      Madu
Dalam madu ini terkandung zat yang sangat bermanfaat membantu meregenerasi kulit karena madu ini dapat menghilangkan bekas luka bakar.
6.      Minyak Zaitun,
Minyak ini megandung cairan yang dapat menghilangkan bekas luka bakar.
7.      Tomat dan Stroberi
Kandungan air dan vitamin C alami dapat meredam rasa sengatan panas dari luka bakar, mencegah kulit meradang dan menutrisi dari luar.
8.      Lemon
Kandungan air dan vitamin C alami ini dapat meredam rasa sengatan matahari.
9.      Oetmel
Selain baik buat sarapan pagi, oatmeal ini juga baik untuk mengobati luka bakar, dengan cara campurkan oatmeal dengan air sehingga terbentuk seperti pasta.
10.  Teh celup
Teh celup ini baik untuk meredakan luka bakar di area mata.
b.      Makanan yang tidak boleh di konsumsi oleh pasien Combostio / Luka bakar
1.      Seafood
a.       Udang
b.      Kepiting
c.       Kerang
2.      Ikan Laut
3.      Ayam
4.      Telur Ayam









BAB IV
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002). Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.


B.     SARAN
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membacanya,dan bila ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini, kami mohon maaf.















DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah aspek legal keperawatan

Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Imunisasi Ibu Hamil

Makalah Pemeriksaan Diagnostik Kardiovaskuler